alasan beternak cacing tanah

kenapa budidaya cacing tanah
kenapa banyak yang memilih cacing tanah untuk di ternak atau dibudidayakan ? pasti ada alasannya, mungkin dibawah ini dapat memberikan sedikit ringkasan dari pertanyaan diatas - cacingtanahdatar.blogspot.com
Cacing tanah mempunyai potensi memberi keuntungan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia. Selama ini cacing tanah dianggap hewan yang menjijikkan dan kurang dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia, oleh karena itu budidaya cacing belum banyak dilakukan peternak di Indonesia. Dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Filipina, Jepang, Taiwan dan beberapa negara Eropa serta Australia, budidaya cacing tanah di Indonesia masih merupakan hal yang baru (Budiarti, 1993).

Akhir-akhir ini cacing tanah sebagai sumber protein hewani digunakan sebagai pengganti tepung ikan untuk ransum pakan ternak dan ikan. Apalagi diketahui bahwa sumber protein cacing tanah lebih tinggi dari pada tepung ikan. Di  negara lain cacing tanah dimanfaatkan sebagai bahan obat, bahan kosmetik, pengurai tanah dan penyubur tanah. 

Beberapa jenis cacing tanah yang banyak diternakkan antara lain Pheretima, Perionyx dan Lumbricus. Lumbricus khususnya Lumbricus rubellus, merupakan cacing tanah yang mudah dalam penanganannya dan termasuk jenis cacing tanah komersial (Amrullah, 1986). Walaupun bersifat hermaprodit, masing-masing individu cacing tanah tidak dapat melakukan fertilisasi sendiri. Perkembangbiakan dilakukan melalui fertilisasi silang yaitu terjadinya proses kopulasi dan fertilisasi secara eksternal (Budiarti, 1993). 

Ekofisiologi mempunyai peranan terhadap kematangan dan kesempurnaan alat reproduksi. Kondisi lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan  reproduksi suatu hewan, khususnya hewan invertebrata (Begon et al., 1986 ; Kramadibrata, 1994). Sampah organik merupakan media yang baik bagi cacing tanah. Sedangkan hijauan dan kotoran ternak merupakan salah satu sumber bahan organik. Secara umum pakan cacing tanah adalah berupa kotoran hewan. Kotoran yang dipakai umumnya adalah yang sudah terdekomposisi (Amin, 1993).

Menurut Kale et al. (1982) yang dikutip oleh Waluyo (1995) menyatakan bahwa cacing Perionyx exacavatus yang dipelihara pada kondisi laboratorium dengan pemberian makanan yang berbeda-beda, dapat memperlihatkan periode cacing muda yang berbeda. Cacing tanah yang diberi tambahan makanan berupa kotoran domba, periode cacing muda dicapai pada  90 - 150 hari sedangkan pemberian makanan tambahan berupa kotoran sapi periode cacing muda dicapai pada 150 - 210 hari.

Bentuk cacing tanah yang dewasa, ditandai dengan adanya gelang (Klitellum) pada tubuhnya dan lubang kelamin jantan dan betina. Pada kondisi yang demikian cacing dewasa siap untuk mengadakan kopulasi /perkawinan. Selama 7 - 10 hari setelah perkawinan, seekor cacing dewasa, akan menghasilkan satu kokon. kokon berbentuk lonjong dan berukuran sekitar 1/3 besar kepala korek api (Budiarti, 1993). Cacing muda akan keluar dari selubung kokon setelah embrio dalam kokon berkembang selama 2 - 3 minggu. Cacing muda yang baru lahir belum mempunyai klitellum (Kotpal et al., 1981) dan setiap kokon akan menghasilkan rata-rata 4 ekor cacing muda  (Budiarti, 1993).
Berbeda dengan hewan vertebrata, pada golongan invertebrata khususnya cacing tanah belum diketahui tentang peranan hormon gonadotropin dalam memacu kemampuan reproduksinya.

Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) adalah hormon gonadotropin yang telah banyak dipakai pada hewan mamalia untuk mendorong terjadinya ovulasi dan superovulasi . Menurut Hafez (1993), pemberian PMSG dengan penyuntikan subkutan atau intramuskuler pada ternak betina dapat menggertak pertumbuhan folikel pada ovarium dan ovulasi. Dari hasil penelitian Matsuzaki, et al. (1997) tentang superovulasi pada tikus rumah, dengan menggunakan PMSG dosis 7,5 IU diberikan secara intraperitoneal, dapat menyebabkan 94,6% dari tikus yang diteliti mengalami ovulasi.

Alat reproduksi pada cacing tanah  terdiri dari alat reproduksi jantan yang terdiri dari testes, kantung testes, spermiducal funnels, vesikula seminalis, vas deferen, kelenjar prostat. Alat reproduksi pada cacing betina terdiri dari sepasang ovarium , oviduk dan spermateca. Alat-alat reproduksi tersebut mirip dengan yang dimiliki oleh hewan vertebrata. Namun sampai saat ini belum diketahui secara pasti adanya suatu hormon eksogen yang mempunyai pengaruh terhadap proses reproduksi dari Lumbricus  maupun jenis cacing lainnya.

Kamemoto et al. (1966) yang dikutip oleh Hegner (1968) menemukan adanya sel neurosekretoris yang diduga berfungsi menghasilkan hormon, terdapat pada otak cacing Lumbricus. Neurosekretori ini berfungsi sebagai pengatur keseimbangan kadar garam dan air di dalam tubuh. Menurut Haris (1992), neurosekretori berfungsi merangsang pembentukan gamet dan karakteritis sex. 

Dari informasi yang diperoleh diatas, timbul pertanyaan apakah hormon PMSG yang biasa dipakai untuk menggertak kemampuan reproduksi pada mamalia (vertebrata), dapat juga mempengaruhi kemampuan reproduksi pada cacing tanah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar