kelebihan tepung cacing tanah sebagai pakan lele

kelebihan cacing tanah sebagai pakan lele - cacing tanah ataupun tepung dari cacing tanah tersebut sama sama mengandung protein yang sangat tinggi, Di Indonesia dikenal banyak jenis ikan lele, diantaranya ikan lele lokal (Clarias batracus), lele dumbo (Clarias gariepinus), lele phiton (Clarias sp), dan lele babon (Clarias sp). Namun, yang banyak dibudidayakan hanya ikan lele lokal dan ikan leledumbo. 
 
foto lele makan cacing tanah
Jenis ikan lele dumbo yang lebih banyak dikembangkan karena pertumbuhan lebih cepat dan ukurannya lebih besar daripada ikan lele lokal. Ikan lele dumbo merupakan spesies baru yang diperkenalkan pada tahun 1984. Ikan lele bertubuh besar ini adalah hasil persilangan antara induk betina lele asli Taiwan dan induk pejantan yang berasal dari Afrika. Ikan lele ini masuk ke Indonesia pertama kali pada tahun 1986, yang diimpor dari Taiwan. Saat ini, penyebaran ikan lele dumbo di Indonesia sudah sangat luas. Sejak tahun 2002, bisa dipastikan bahwa disetiap wilayah Indonesia dapat dijumpai kolam ikan lele dumbo (Bachtiar, 2006).
 
Dewasa ini telah banyak usaha yang dilakukan untuk menghindari serangan
penyakit pada ikan budidaya terutama serangan dari bakteri pada ikan yang dapat
menyebabkan adanya kematian masal yang disebabkan oleh serangan penyakit, terutama
penyakit dari bakteri. Salah satu cara yang sedang dikembangkan saat ini adalah upaya
meningkatkan kekebalan tubuh pada ikan tanpa adanya efek samping dengan
menggunakan immunostimulant yaitu senyawa yang merangsang aktifitas pertahanan
tubuh yang bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan tubuh non spesifik ataurespon kekebalan spesifik (Prajitno, 2004).Pemberian immunostimulan merupakan salah satu alternatif cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekebalan tubuh lele khususnya meningkatkan sel darah
putih yang memiliki peranan penting dalam pembentukan antibodi dan respon
perlindungan tubuh yang non spesifik, sehingga lele dapat terhindar dari serangan infeksi oleh bakteri. Bahan-bahan untuk immunostimulant pada lele telah banyak digunakan yaitu dari jenis bahan kimia. Penggunaan bahan nabati yang banyak di hewan
lebih ramah lingkungan, saat ini masih belum banyak digunakan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung
cacing tanah (Lumbricus rubellus) terhadap kekebalan tubuh ikan lele dumbo dan untuk mengetahui dosis optimal penggunaan tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus) sebagai immunostimulan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Parasit dan Penyakit ikan Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang pada bulan Mei - Juli 2007.

Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan pengambilan data
dilakukan secara observasi langsung. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan uji keragaman model Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang digunakan adalah dosis tepung cacing tanah yang berbeda yaitu perlakuan K (dosis 0 %); A (dosis 4 %) perlakuan B (dosis 6 %); perlakuan C (dosis 8 %), dengan 3 kali ulangan untuk masing- masing perlakuan dan melakukan uji tantang dengan menggunakan bakteri Aeromonas hydrophila. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pemberian tepung cacing tanah dengan dosis berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah sel darah
putih pada pemeliharaan ikan lele dumbo.

Pemberian tepung cacing tanah tidak memberikan pengaruh yang tidak berbeda sangat nyata terhadap tingkat kelulushidupan ikan lele dumbo, akan tetapi rerata kelulushidupan menunjukan adanya peningkatan pada tiap perlakuan. Tingkat kelulushidupan (SR) yang diperoleh pada perlakuan A dengan dosis pemberian tepung cacing tanah sebesar 4 % didapatkan hasilnya sebesar 59,16 %, untuk perlakuan B (6 %) didapat persentase sebesar 67,56 %, dan pada perlakuan C (8 %) didapatkan persentase rata-ratanya 71,78 %.Perlakuan dosis pemberian tepung cacing tanah memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kandungan leukosit dalam tubuh ikan lele dumbo, hal ini ditunjukkan dengan nilai F hitung yang lebih besar dari F 5% (10.92) dan F 1% (5.14).Perhitungan analisis sidik ragam yang didapatkan berupa sidik ragam yang berpola linier dengan persaman Y = 0,0089 + 4,9349x dengan R2 = 0,7104, artinya, 71 % kenaikan jumlah total leukosit pada media pemeliharaan dipengaruhi oleh pemberian dosis tepung cacing tanah yang diberikan.
 
sedangkan sisanya 29 % dipengaruhi oleh faktor lain.Untuk kandungan monosit yang dimiliki menunjukkan bahwa perlakuan C (dosis 8 %) memiliki jumlah monosit yang paling tinggi yaitu 25,33 dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan A (dosis 4 %) jumlah monositnya terkecil yakni 14,67 %. Jumlah total netrofil tertinggi terdapat pada perlakuan A sebesar 1,33 %,sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan C yaitu 0,33 %. Dari analisa sidik ragam diperoleh bahwa jumlah monosit dan neutrofil dari masing-masing perlakuan dalam penelitian tidak berbeda nyata.

Untuk kandungan jumlah limfosit menunjukkan adanya pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kandungan limfosit dalam tubuh ikan lele dumbo. Perhitungan analisis sidik ragam yang didapatkan berupa sidik ragam yang berpola linier dengan persaman Y = 3,7124x + 13,77 dengan R2 = 0,44, artinya, 44 % kenaikan jumlah limfosit pada ikan lele dumbo dipengaruhi oleh pemberian dosis tepung cacing tanah yang diberikan, sedangkan sisanya 56 % dipengaruhi oleh faktor lain.

Untuk kandungan jumlah trombosit semakin besar dosis tepung cacing tanah,
maka nilai total jumlah trombosit ikan lele dumbo semakin rendah. Dari gambar tersebut diketahui bahwa hubungan antara dosis tepung cacing tanah yang diberikan didapat perhitungan analisis sidik ragam yang berpola linier dengan persaman Y = -4,4770x +67,644 dengan R2 = 0,4804, artinya, 48 % kenaikan jumlah trombosit pada ikan lele dumbo dipengaruhi oleh pemberian dosis tepung cacing tanah yang diberikan,
sedangkan sisanya 52 % dipengaruhi oleh faktor lain.
 
Kualitas air media pemeliharaan selama pengamatan berlangsung suhu air
berkisar antara 22-240 C, untuk DO (Disolved oxygen) berkisar antara 6,2-7,2 mg/l,sedangkan untuk pH air berkisar antara 6-8. Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian menunjukkan nilai yang tidak berbeda. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai klualitas air selama perlakuan adalah homogen.

Untuk mendapatkan sistem imun dalam darah tubuh ikan lele dumbo dalam
melawan bakteri khususnya Aeromonas hydrophila sebaiknya digunakan dosis tepung cacing tanah sebesar 8 % karena dapat meningkatkan kandungan jumlah leukosit (sel darah putih), sel darah limfosit dan trombosit sebagai zat antimikroba yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh ikan melalui peredaran darah. yang merupakan salah satu alasan pemilihan cacing tanah untuk dijadikan pakan.

demikianlah kelebihan cacing tanah sebagai pakan lele




alasan beternak cacing tanah

kenapa budidaya cacing tanah
kenapa banyak yang memilih cacing tanah untuk di ternak atau dibudidayakan ? pasti ada alasannya, mungkin dibawah ini dapat memberikan sedikit ringkasan dari pertanyaan diatas - cacingtanahdatar.blogspot.com
Cacing tanah mempunyai potensi memberi keuntungan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia. Selama ini cacing tanah dianggap hewan yang menjijikkan dan kurang dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia, oleh karena itu budidaya cacing belum banyak dilakukan peternak di Indonesia. Dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Filipina, Jepang, Taiwan dan beberapa negara Eropa serta Australia, budidaya cacing tanah di Indonesia masih merupakan hal yang baru (Budiarti, 1993).

Akhir-akhir ini cacing tanah sebagai sumber protein hewani digunakan sebagai pengganti tepung ikan untuk ransum pakan ternak dan ikan. Apalagi diketahui bahwa sumber protein cacing tanah lebih tinggi dari pada tepung ikan. Di  negara lain cacing tanah dimanfaatkan sebagai bahan obat, bahan kosmetik, pengurai tanah dan penyubur tanah. 

Beberapa jenis cacing tanah yang banyak diternakkan antara lain Pheretima, Perionyx dan Lumbricus. Lumbricus khususnya Lumbricus rubellus, merupakan cacing tanah yang mudah dalam penanganannya dan termasuk jenis cacing tanah komersial (Amrullah, 1986). Walaupun bersifat hermaprodit, masing-masing individu cacing tanah tidak dapat melakukan fertilisasi sendiri. Perkembangbiakan dilakukan melalui fertilisasi silang yaitu terjadinya proses kopulasi dan fertilisasi secara eksternal (Budiarti, 1993). 

Ekofisiologi mempunyai peranan terhadap kematangan dan kesempurnaan alat reproduksi. Kondisi lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan  reproduksi suatu hewan, khususnya hewan invertebrata (Begon et al., 1986 ; Kramadibrata, 1994). Sampah organik merupakan media yang baik bagi cacing tanah. Sedangkan hijauan dan kotoran ternak merupakan salah satu sumber bahan organik. Secara umum pakan cacing tanah adalah berupa kotoran hewan. Kotoran yang dipakai umumnya adalah yang sudah terdekomposisi (Amin, 1993).

Menurut Kale et al. (1982) yang dikutip oleh Waluyo (1995) menyatakan bahwa cacing Perionyx exacavatus yang dipelihara pada kondisi laboratorium dengan pemberian makanan yang berbeda-beda, dapat memperlihatkan periode cacing muda yang berbeda. Cacing tanah yang diberi tambahan makanan berupa kotoran domba, periode cacing muda dicapai pada  90 - 150 hari sedangkan pemberian makanan tambahan berupa kotoran sapi periode cacing muda dicapai pada 150 - 210 hari.

Bentuk cacing tanah yang dewasa, ditandai dengan adanya gelang (Klitellum) pada tubuhnya dan lubang kelamin jantan dan betina. Pada kondisi yang demikian cacing dewasa siap untuk mengadakan kopulasi /perkawinan. Selama 7 - 10 hari setelah perkawinan, seekor cacing dewasa, akan menghasilkan satu kokon. kokon berbentuk lonjong dan berukuran sekitar 1/3 besar kepala korek api (Budiarti, 1993). Cacing muda akan keluar dari selubung kokon setelah embrio dalam kokon berkembang selama 2 - 3 minggu. Cacing muda yang baru lahir belum mempunyai klitellum (Kotpal et al., 1981) dan setiap kokon akan menghasilkan rata-rata 4 ekor cacing muda  (Budiarti, 1993).
Berbeda dengan hewan vertebrata, pada golongan invertebrata khususnya cacing tanah belum diketahui tentang peranan hormon gonadotropin dalam memacu kemampuan reproduksinya.

Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) adalah hormon gonadotropin yang telah banyak dipakai pada hewan mamalia untuk mendorong terjadinya ovulasi dan superovulasi . Menurut Hafez (1993), pemberian PMSG dengan penyuntikan subkutan atau intramuskuler pada ternak betina dapat menggertak pertumbuhan folikel pada ovarium dan ovulasi. Dari hasil penelitian Matsuzaki, et al. (1997) tentang superovulasi pada tikus rumah, dengan menggunakan PMSG dosis 7,5 IU diberikan secara intraperitoneal, dapat menyebabkan 94,6% dari tikus yang diteliti mengalami ovulasi.

Alat reproduksi pada cacing tanah  terdiri dari alat reproduksi jantan yang terdiri dari testes, kantung testes, spermiducal funnels, vesikula seminalis, vas deferen, kelenjar prostat. Alat reproduksi pada cacing betina terdiri dari sepasang ovarium , oviduk dan spermateca. Alat-alat reproduksi tersebut mirip dengan yang dimiliki oleh hewan vertebrata. Namun sampai saat ini belum diketahui secara pasti adanya suatu hormon eksogen yang mempunyai pengaruh terhadap proses reproduksi dari Lumbricus  maupun jenis cacing lainnya.

Kamemoto et al. (1966) yang dikutip oleh Hegner (1968) menemukan adanya sel neurosekretoris yang diduga berfungsi menghasilkan hormon, terdapat pada otak cacing Lumbricus. Neurosekretori ini berfungsi sebagai pengatur keseimbangan kadar garam dan air di dalam tubuh. Menurut Haris (1992), neurosekretori berfungsi merangsang pembentukan gamet dan karakteritis sex. 

Dari informasi yang diperoleh diatas, timbul pertanyaan apakah hormon PMSG yang biasa dipakai untuk menggertak kemampuan reproduksi pada mamalia (vertebrata), dapat juga mempengaruhi kemampuan reproduksi pada cacing tanah.

bagaimana cara budidaya cacing tanah

cara budidaya cacing tanah - kali ini cacingtanahdatar akan memberikan artikel tentang sejarahcacing, sentra peternakan cacing, jeniscacing, manfaat, persyaratan lokasi serta cara dari budidaya cacingtanah itu sendiri dan cara pemeliharaan serta hama dan penyakit lengkap dengan rinciannya.silahkan dibaca.

bagaimana cara budidaya cacing tanah


1.    SEJARAH SINGKAT

Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang  (invertebrata).  Cacing  tanah  termasuk  kelas  Oligochaeta.  Famili terpenting dari kelas ini Megascilicidae dan Lumbricidae

Cacing tanah bukanlah hewan yang asing bagi masyarakat kita, terutama bagi masyarakat  pedesaan.  Namun  hewan  ini  mempunyai  potensi  yang  sangat menakjubkan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia.

2.    SENTRA PERIKANAN

Sentra peternakan cacing terbesar pada tahun 2013 terdapat di tanahdatar dan sekitarnya.

3.    JENIS

Jenis-jenis yang paling banyak dikembangkan oleh manusia berasal dari famili Megascolicidae    dan    Lumbricidae    dengan    genus    Lumbricus,    Eiseinia, Pheretima, Perionyx, Diplocardi dan Lidrillus.
Beberapa  jenis  cacing  tanah  yang  kini  banyak   diternakan  antara    lain: Pheretima,  Periony  dan  Lumbricus.  Ketiga  jenis  cacing  tanah  ini  menyukai bahan organik yang berasal dari pupuk kandang dan sisa-sisa tumbuhan.

Cacing tanah jenis Lumbricus mempunyai bentuk tubuh pipih. Jumlah segmen yang dimiliki  sekitar 90-195 dan klitelum yang terletak pada segmen 27-32. Biasanya jenis ini kalah  bersaing dengan jenis yang lain sehingga tubuhnya lebih kecil. Tetapi bila diternakkan besar tubuhnya bisa menyamai atau melebihi jenis lain.

Cacing    tanah    jenis    Pheretima    segmennya    mencapai    95-150    segmen. Klitelumnya terletak pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang dan silindris   berwarna  merah  keunguan.  Cacing  tanah  yang  termasuk  jenis Pheretima antara lain cacing merah, cacing koot dan cacing kalung.

Cacing tanah jenis Perionyx berbentuk gilik berwarna ungu tua sampai merah kecokelatan  dengan  jumlah  segmen  75-165  dan  klitelumnya  terletak  pada segmen  13  dan  17.   Cacing  ini  biasanya  agak  manja  sehingga  dalam pemeliharaannya diperlukan perhatian yang lebih serius.

Cacing jenis Lumbricus Rubellus memiliki keunggulan lebih dibanding kedua jenis  yang  lain  di  atas,  karena  produktivitasnya  tinggi  (penambahan  berat badan, produksi telur/anakan dan produksi bekas cacing “kascing”) serta tidak banyak bergerak

4.    MANFAAT

Dalam  bidang  pertanian,  cacing  menghancurkan  bahan  organik  sehingga memperbaiki  aerasi dan struktur tanah. Akibatnya lahan menjadi subur dan penyerapan nutrisi oleh tanaman menjadi baik. Keberadaan cacing tanah akan meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan tanaman. Selain itu juga cacing tanah dapat digunakan sebagai:
1) Bahan Pakan Ternak
Berkat kandungan protein, lemak dan mineralnya yang tinggi, cacing tanah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti unggas, ikan, udang dan kodok.
2) Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan penyakit.
Secara  tradisional  cacing  tanah  dipercaya  dapat  meredakan  demam, menurunkan tekanan darah, menyembuhkan bronchitis, reumatik sendi, sakit gigi dan tipus.
3) Bahan Baku Kosmetik
Cacing dapat diolah untuk digunakan sebagai pelembab kulit dan bahan baku pembuatan lipstik.
4) Makanan Manusia
Cacing  merupakan  sumber  protein  yang  berpotensi  untuk  dimasukkan sebagai bahan makanan manusia seperti halnya daging sapi atau Ayam.

5.    PERSYARATAN LOKASI

1) Tanah sebagai media hidup cacing harus mengandung bahan organik dalam jumlah yang besar.
2) Bahan-bahan organik tanah dapat berasal dari serasah (daun yang gugur), kotoran ternak atau tanaman dan hewan yang mati. Cacing tanah menyukai bahan-bahan  yang  mudah  membusuk  karena  lebih  mudah  dicerna  oleh tubuhnya.
3) Untuk pertumbuhan yang baik, cacing tanah memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral atau ph sekitar 6-7,2. Dengan kondisi ini, bakteri dalam tubuh cacing tanah dapat  bekerja optimal untuk mengadakan pembusukan atau fermentasi.
4) Kelembaban  yang  optimal  untuk  pertumbuhan  dan  perkembangbiakan cacing tanah adalah antara 15-30 %.
5) Suhu  yang  diperlukan  untuk  pertumbuhan  cacing  tanah  dan  penetasan kokon adalah  sekitar 15–25 derajat C atau suam-suam kuku. Suhu yang lebih tinggi dari 25 derajat C masih baik asal ada naungan yang cukup dan kelembaban optimal.
6) Lokasi pemeliharaan cacing tanah diusahakan agar mudah penanganan dan pengawasannya    serta    tidak   terkena    sinar    matahari    secara    langsung, misalnya di bawah pohon rindang, di tepi rumah atau di ruangan khusus (permanen) yang atapnya terbuat dari bahan-bahan yang tidak meneruskan sinar dan tidak menyimpan panas.

6.    PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

6.1.  Penyiapan Sarana dan Peralatan

Pembuatan kandang sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat seperti  bambu, rumbia, papan bekas, ijuk dan genteng tanah liat.

Salah satu contoh kandang permanen untuk peternakan skala besar adalah yang berukuran 1,5 x 18 m dengan tinggi 0,45 m. Didalamnya dibuat rak-rak bertingkat  sebagai  tempat  wadah-wadah  pemeliharaan.  Bangunan  kandang dapat pula tanpa dinding (bangunan terbuka).

Model-model  sistem  budidaya,  antara  lain  rak  berbaki,  kotak  bertumpuk, pancing bertingkat atau pancing berjajar..
6.2.  Pembibitan

Persiapan yang diperlukan dalam pembudidayaan cacing tanah adalah meramu media tumbuh, menyediakan bibit unggul, mempersiapkan kandang cacing dan kandang pelindung.

1) Pemilihan Bibit Calon Induk

Sebaiknya dalam beternak cacing tanah secara komersial digunakan bibit yang sudah  ada karena diperlukan dalam jumlah yang besar. Namun bila akan dimulai dari skala kecil dapat pula dipakai bibit cacing tanah dari alam, yaitu dari tumpukan sampah yang membusuk atau dari tempat pembuangan kotoran hewan.

2) Pemeliharaan Bibit Calon Induk

Pemeliharaan dapat dibagi menjadi beberapa cara:
a. pemeliharaan  cacing  tanah  sebanyak-banyaknya  sesuai  tempat  yang digunakan.  Cacing  tanah  dapat  dipilih  yang  muda  atau  dewasa.  Jika sarang berukuran tinggi  sekitar 0,3 m, panjang 2,5 m dan lebar kurang lebih 1 m, dapat ditampung sekitar 10.000 ekor cacing tanah dewasa.
b. pemeliharaan    dimulai    dengan    jumlah    kecil.    Jika    jumlahnya    telah bertambah, sebagian cacing tanah dipindahkan ke bak lain.
c. pemeliharaan kombinasi cara a dan b.
d. pemeliharaan khusus kokon sampai anak, setelah dewasa di pindah ke bak lain.
e. Pemeliharaan khusus cacing dewasa sebagai bibit.

3) Sistem Pemuliabiakan

Apabila media pemeliharaan telah siap dan bibit cacing tanah sudah ada, maka  penanaman dapat segera dilaksanakan dalam wadah pemeliharaan. Bibit cacing tanah yang ada tidaklah sekaligus dimasukan ke dalam media, tetapi  harus  dicoba  sedikit   demi  sedikit.  Beberapa  bibit  cacing  tanah diletakan di atas media, kemudian diamati apakah bibit cacing itu masuk ke dalam media atau  tidak. Jika terlihat masuk, baru bibit  cacing yang lain dimasukkan. Setiap 3 jam sekali diamati, mungkin ada yang berkeliaran  di atas media atau ada yang meninggalkan  media (wadah).  Apabila dalam waktu 12 jam tidak ada yang meninggalkan wadah berarti cacing tanah itu betah dan media sudah  cocok. Sebaliknya bila media tidak cocok, cacing akan berkeliaran di permukaan media.  Untuk mengatasinya, media harus segera diganti dengan yang baru. Perbaikan dapat  dilakukan dengan cara disiram  dengan  air,  kemudian  diperas  hingga  air  perasannya   terlihat berwarna bening (tidak berwarna hitam atau cokelat tua).

4) Reproduksi, Perkawinan
Cacing  tanah  termasuk  hewan  hermaprodit,  yaitu  memiliki  alat  kelamin jantan dan  betina dalam satu tubuh. Namun demikian, untuk pembuahan, tidak dapat dilakukannya  sendiri. Dari perkawinan sepasang cacing tanah, masing-masing akan dihasilkan satu kokon yang berisi telur-telur.

Kokon berbentuk lonjong dan berukuran sekitar 1/3 besar kepala korek api. Kokon ini diletakkan di tempat yang lembab. Dalam waktu 14-21 hari kokon akan menetas. Setiap kokon akan menghasilkan 2-20 ekor, rata-rata 4 ekor. Diperkirakan 100 ekor cacing dapat  menghasilkan 100.000 cacing dalam waktu 1 tahun. Cacing tanah mulai dewasa setelah berumur 2-3 bulan yang ditandai dengan adanya gelang (klitelum) pada tubuh bagian depan. Selama
7-10 hari setelah perkawinan cacing dewasa akan dihasilkan 1 kokon.

6.3.  Pemeliharaan

1) Pemberian Pakan

Cacing tanah diberi pakan sekali dalam sehari semalam sebanyak berat cacing tanah yang ditanam. Apabila yang ditanam 1 Kg, maka pakan yang harus diberikan juga harus 1 Kg. Secara umum pakan cacing tanah adalah berupa semua kotoran hewan, kecuali kotoran yang hanya  dipakai sebagai media.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan pada cacing tanah, antara lain :
-    pakan  yang  diberikan  harus  dijadikan  bubuk  atau  bubur  dengan  cara diblender.
-    bubur pakan ditaburkan rata di atas media, tetapi tidak menutupi seluruh permukaan media, sekitar 2-3 dari peti wadah tidak ditaburi pakan.
-    pakan ditutup dengan plastik, karung , atau bahan lain yang tidak tembus cahaya.
-    pemberian  pakan  berikutnya,  apabila  masih  tersisa  pakan  terdahulu, harus diaduk dan jumlah pakan yang diberikan dikurangi.
-    bubur  pakan    yang  akan  diberikan  pada    cacing  tanah  mempunyai perbandingan air 1:1.

3) Penggantian Media

Media  yang  sudah  menjadi  tanah/kascing  atau  yang  telah  banyak  telur (kokon) harus  diganti. Supaya cacing cepat berkembang, maka telur, anak dan  induk  dipisahkan  dan   ditumbuhkan  pada  media  baru.  Rata  rata penggantian media dilakukan dalam jangka waktu 2 Minggu.

4) Proses Kelahiran
Bahan    untuk    media    pembuatan    sarang    adalah:    kotoran    hewan, dedaunan/Buah-buahan, batang pisang, limbah rumah tangga, limbah pasar, kertas koran/kardus/kayu lapuk/bubur kayu.

Bahan yang tersedia terlebih dahulu dipotong sepanjang 2,5 Cm. Berbagai bahan,  kecuali kotoran ternak, diaduk dan ditambah air kemudian diaduk kembali.  Bahan   campuran  dan  kotaran  ternak  dijadikan  satu  dengan persentase  perbandingan  70:30  ditambah  air  secukupnya  supaya  tetap basah.

7.    HAMA DAN PENYAKIT

Keberhasilan beternak cacing tanah tidak terlepas dari pengendalian terhadap hama  dan  musuh  cacing  tanah.  Beberapa  hama  dan  musuh  cacing  tanah antara lain: semut, kumbang, burung, kelabang, lipan, lalat, tikus, katak, tupai, ayam, itik, ular, angsa, lintah, kutu dan lain-lain.

Musuh yang juga ditakuti adalah semut merah yang memakan pakan cacing tanah  yang   mengandung  karbohidrat  dan  lemak.  Padahal  kedua  zat  ini diperlukan untuk  penggemukan cacing tanah.  Pencegahan  serangan  semut merah dilakukan dengan cara disekitar wadah pemeliharaan (dirambang) diberi air cukup.

8.    PANEN

Dalam beternak cacing tanah ada dua hasil terpenting (utama) yang dapat diharapkan, yaitu biomas (cacing tanah itu sendiri) dan kascing (bekas cacing).

Panen cacing dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan  mengunakan alat penerangan seperti lampu petromaks, lampu neon atau bohlam. Cacing tanah sangat sensitif terhadap cahaya sehingga mereka akan  berkumpul  di  bagian  atas  media.  Kemudian  kita  tinggal  memisahkan cacing tanah itu dengan medianya.

Ada  cara  panen  yang  lebih  ekonomis  dengan  membalikan  sarang.  Dibalik sarang yang gelap ini cacing biasanya berkumpul dan cacing mudah terkumpul, kemudian sarang dibalik kembali dan pisahkan cacing yang tertinggal.

Jika pada saat panen sudah terlihat adanya kokon (kumpulan telur), maka sarang dikembalikan pada wadah semula dan diberi pakan hingga sekitar 30 hari. Dalam jangka  waktu itu, telur akan menetas. Dan cacing tanah dapat diambil untuk dipindahkan ke wadah pemeliharaan yang baru dan kascingnya siap di panen.